
Pada akhir Miosen Tengah sampai Miosen
Akhir, terjadi kompresi pada Laut Andaman. Sebagai akibatnya, terbentuk tegasan
yang berarah NNW-SSE menghasilkan patahan berarah utara-selatan. Sejak Pliosen
sampai kini, akibat kompresi terbentuk tegasan yang berarah NNE-SSW yang
menghasilkan sesar berarah NE-SW, yang memotong sesar yang berarah
utara-selatan.
Di Sumatera, penunjaman tersebut juga
menghasilkan rangkaian busur pulau depan (forearch islands) yang non-vulkanik
(seperti: P. Simeulue, P. Banyak, P. Nias, P. Batu, P. Siberut hingga P.
Enggano), rangkaian pegunungan Bukit Barisan dengan jalur vulkanik di
tengahnya, serta sesar aktif ’The Great Sumatera Fault’ yang membelah Pulau
Sumatera mulai dari Teluk Semangko hingga Banda Aceh. Sesar besar ini menerus
sampai ke Laut Andaman hingga Burma. Patahan aktif Semangko ini diperkirakan
bergeser sekitar sebelas sentimeter per tahun dan merupakan daerah rawan gempa
bumi dan tanah longsor.
Penunjaman yang terjadi di sebelah barat
Sumatra tidak benar-benar tegak lurus terhadap arah pergerakan Lempeng
India-Australia dan Lempeng Eurasia. Lempeng Eurasia bergerak relatif ke arah
tenggara, sedangkan Lempeng India-Australia bergerak relatif ke arah timurlaut.
Karena tidak tegak lurus inilah maka Pulau Sumatra dirobek sesar mendatar (garis
jingga) yang dikenal dengan nama Sesar Semangko.
Penunjaman Lempeng India – Australia
juga mempengaruhi geomorfologi Pulau Sumatera. Adanya penunjaman menjadikan
bagian barat Pulau Sumatera terangkat, sedangkan bagian timur relatif turun.
Hal ini menyebabkan bagian barat mempunyai dataran pantai yang sempit dan
kadang-kadang terjal. Pada umumnya, terumbu karang lebih berkembang
dibandingkan berbagai jenis bakau. Bagian timur yang turun akan menerima tanah
hasil erosi dari bagian barat (yang bergerak naik), sehingga bagian timur
memiliki pantai yang datar lagi luas. Di bagian timur, gambut dan bakau lebih
berkembang dibandingkan terumbu karang.