Sunday, April 9, 2017

Proses terjadinya cekungan di sumatra

Penjelasan mengenai periode tektonik wilayah sumatera terbagi menjadi 3 daerah berdasarkan letak cekungan yang ada di sumatera yaitu cekungan Bengkulu yang menandakan forearc basin, cekungan Sumateratengah yaitu central basin dan cekungan Sumatera Selatan yang merupakan backarc basin. Berikut adalah penjelasan masing – masing periode yang terjadi di masing – masing cekungan tersebut.

a.      Cekungan Bengkulu (forearc basin)
Cekungan Bengkulu adalah salah satu cekungan forearc di Indonesia. Cekungan forearc artinya cekungan yang berposisi di depan jalur volkanik (fore – arc ; arc = jalur volkanik). Berdasarkan berbagai kajian geologi, disepakati bahwa Pegunungan Barisan( dalam hal ini adalah volcanic arc -nya) mulai naik di sebelah barat Sumatra pada Miosen Tengah. Pengaruhnya kepada Cekungan Bengkulu adalah bahwa sebelum Misoen Tengah berarti tidakada forearc basin Bengkulu sebab pada saat itu arc -nya sendiri tidak ada.Sebelum Miosen Tengah, atau Paleogen, Cekungan Bengkulu masih merupakan bagian paling barat Cekungan Sumatera Selatan. Lalu pada periode setelah Miosen Tengah atau Neogen, setelah Pegunungan Barisan naik, Cekungan Bengkulu dipisahkan dari Cekungan Sumatera Selatan. Mulai saat itulah,Cekungan Bengkulu menjadi cekungan forearc dan CekunganSumatera Selatan menjadi cekungan backarc (belakang busur).

Sejarah penyatuan dan pemisahan Cekungan Bengkulu dari Cekungan Sumatera Selatan dapat dipelajari dari stratigrafi Paleogen dan Neogen kedua cekungan itu. Dapat diamati bahwa pada Paleogen, stratigrafi kedua cekungan hampir sama. Keduanya mengembangkan sistem graben di beberapa tempat. Di Cekungan Bengkulu ada Graben Pagarjati, Graben Kedurang-Manna, Graben Ipuh (pada saat yang sama di Cekungan SumateraSelatan saat itu ada graben-graben Jambi, Palembang, Lematang,dan Kepahiang). Tetapi setelah Neogen, Cekungan Bengkulu masuk kepada cekungan yang lebih dalam daripada Cekungan Sumatera Selatan, dibuktikan oleh berkembangnya terumbu –terumbu karbonat yang masif pada Miosen Atas yang hampir ekivalen secara umur dengan karbonat Parigi di Jawa Barat (paraoperator yang pernah bekerja di Bengkulu menyebutnya sebagai karbonat Parigi juga). Pada saat yang sama, di Cekungan Sumatera Selatan lebih banyak sedimen-sedimen regresif (Formasi Air Benakat/Lower Palembang dan Muara Enim/Middle Palembang) karena cekungan sedang mengalami pengangkatan dan inversi.Secara tektonik, mengapa terjadi perbedaan stratigrafi pada Neogen di Cekungan Bengkulu yaitu disebabkan Cekungan Bengkulu dalam fase penenggelaman sementara Cekungan Sumatera Selatan sedang terangkat.
b.      Cekungan Sumatera Tengah (central basin)
Pola struktur yang ada saat ini di Cekungan Sumatra Tengah merupakan hasil sekurang-kurangnya 3 (tiga) fase tektonikutama yang terpisah, yaitu Orogenesa Mesozoikum Tengah,Tektonik Kapur Akhir-Tersier Awal, dan Orogenesa Plio-Plistosen(De Coster, 1974).Heidrick dan Aulia (1993), membahas secara terperinci tentang perkembangan tektonik di Cekungan Sumatra Tengah dengan membaginya menjadi 3 (tiga) episode tektonik, F1 (fase 1)berlangsung pada Eosen-Oligosen, F2 (fase 2) berlangsung padaMiosen Awal-Miosen Tengah, dan F3 (fase 3) berlangsung pada Miosen Tengah-Resen. Fase sebelum F1 disebut sebagai fase 0 (F0) yang berlangsung pada Pra Tersier.1. Episode F0 (Pre-Tertiary)Batuan dasar Pra Tersier di Cekungan Sumatra Tengah terdiri dari lempeng-lempeng benua dan samudera yang berbentuk mozaik. Orientasi struktur pada batuan dasar memberikan efek pada lapisan sedimen Tersier yang menumpang di atasnya dan kemudian mengontrol arah tarikan dan pengaktifan ulang yang terjadi kemudian. Pola struktur tersebut disebut sebagai elemen struktur F0.

Ada 2 (dua) struktur utama pada batuan dasar. Pertama kelurusan utara -selatan yang merupakan sesar geser (Transform/WrenchTectonic) berumur Karbon dan mengalami reaktifisasi selama Permo-Trias, Jura, Kapur dan Tersier. Tinggian-tinggian yang terbentuk pada fase ini adalah Tinggian Mutiara, Kampar, Napuh, Kubu, Pinang dan Ujung Pandang. Tinggian –tinggian tersebut menjadi batas yang penting pada pengendapan sedimen selanjutnya.2. Episode F1 (26 – 50 Ma)

Episode F1 berlangsung pada kala Eosen-Oligosendisebut juga Rift Phase. Pada F1 terjadi deformasi akibat Rifting dengan arah Strike timur laut, diikuti oleh reaktifisasi struktur-struktur tua. Akibat tumbukan Lempeng Samudera Hindia terhadap Lempeng Benua Asia pada 45 Ma terbentuklah suatu sistem rekahan Transtensional yang memanjang ke arah selatan dari Cina bagian selatan ke Thailand dan ke Malaysia hingga Sumatra dan Kalimantan Selatan (Heidrick & Aulia,1993). Perekahan ini membentuk serangkaian Horst dan Graben di Cekungan Sumatra Tengah. Horst-Graben ini kemudian menjadi danau tempat diendapkannya sedimen-sedimen Kelompok Pematang.

Pada akhir F1 terjadi peralihan dari perekahan menjadi penurunan cekungan ditandai oleh pembalikan struktur yang lemah, denudasi dan pembentukan daratan Peneplain. Hasil dari erosi tersebut berupa paleosol yang diendapkan di atas Formasi Upper Red Bed.3. Episode F2 (13 – 26 Ma) Episode F2 berlangsung pada kala Miosen Awal-Miosen Tengah. Pada kala Miosen Awal terjadi fase amblesan (sagphase), diikuti oleh pembentukan Dextral Wrench Fault secararegional dan pembentukan Transtensional Fracture Zone. Pada struktur tua yang berarah utara-selatan terjadi Release,sehingga terbentuk Listric Fault, Normal Fault, Graben, dan Half Graben. Struktur yang terbentuk berarah relatif barat laut-tenggara. Pada episode F2, Cekungan Sumatra Tengah mengalami transgresi dan sedimen-sedimen dari Kelompok Sihapas diendapkan.4.

Episode F3 (13-Recent) Episode F3 berlangsung pada kala Miosen Tengah-Resendisebut juga Barisan Compressional Phase. Pada episode F3 terjadi pembalikan struktur akibat gaya kompresi menghasilkan reverse dan Thrust Fault di sepanjang jalur Wrench Fault yang terbentuk sebelumnya. Proses kompresi ini terjadi bersamaan dengan pembentukan Dextral Wrench Fault di sepanjang Bukit Barisan. Struktur yang terbentuk umumnya berarah barat laut-tenggara. Pada episode F3 Cekungan Sumatra Tengah mengalami regresi dan sedimen-sedimen Formasi Petani diendapkan, diikuti pengendapan sedimen-sedimen Formasi Minas secara tidak selaras.
c.      Cekungan Sumatera Selatan ( backarc basin)
Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah barat daya dibatasi olehsingkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh PaparanSunda (Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tiga puluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung.Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakantelah terjadi 3 episode orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera Selatan yaitu orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir – Tersier Awal dan Orogenesa Plio – Plistosen. Episode pertama, endapan – endapan Paleozoik danMesozoik termetamorfosa, terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh batolit granit serta telah membentuk pola dasar struktur cekungan.


Menurut Pulunggono,1992 (dalam Wisnu dan Nazirman ,1997), fase ini membentuk sesar berarah barat laut-tenggara yang berupa sesar – sesar geser.Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak – gerak tensional yang membentuk grabendan horst dengan arah umum utara – selatan. Dikombinasikan dengan hasil orogenesa Mesozoik dan hasil pelapukan batuan -batuan Pra – Tersier, gerak gerak tensional ini membentuk struktur tua yang mengontrol pembentukan Formasi Pra – Talang Akar. Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio –Plistosen yang menyebabkan pola pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur perlipatan dan sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi sekarang. Pada periode tektonik ini juga terjadi pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar mendatar Semangko yang berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan horisontal yang terjadi mulai Plistosen Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan Sumatera Selatan dan Tengah sehingga sesar -sesar yang baru terbentuk di daerah ini mempunyai perkembangan hampir sejajar dengan sesar Semangko. Akibat pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio-Plistosen menghasilkan lipatan yang berarah barat laut-tenggara tetapi sesar yang terbentuk berarah timur laut-barat daya dan barat laut- tenggara. Jenis sesar yang terdapat pada cekungan ini adalah sesar naik, sesar mendatar dan sesar normal. Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang berarah barat laut-tenggara sebagai hasil orogenesa Plio-Plistosen. Dengan demikian pola struktur yang terjadi dapat dibedakan atas pola tua yang berarah utara-selatan dan barat laut-tenggara serta pola muda yang berarah barat laut-tenggara yang sejajar dengan Pulau Sumatera.

Popular Posts