Penjelasan mengenai periode tektonik
wilayah sumatera terbagi menjadi 3 daerah berdasarkan letak cekungan yang ada
di sumatera yaitu cekungan Bengkulu yang menandakan forearc basin, cekungan
Sumateratengah yaitu central basin dan cekungan Sumatera Selatan yang merupakan
backarc basin. Berikut adalah penjelasan masing – masing periode yang terjadi
di masing – masing cekungan tersebut.
a.
Cekungan Bengkulu (forearc basin)
Cekungan Bengkulu adalah salah satu cekungan forearc di
Indonesia. Cekungan forearc artinya cekungan yang berposisi di depan jalur
volkanik (fore – arc ; arc = jalur volkanik). Berdasarkan berbagai kajian
geologi, disepakati bahwa Pegunungan Barisan( dalam hal ini adalah volcanic arc
-nya) mulai naik di sebelah barat Sumatra pada Miosen Tengah. Pengaruhnya
kepada Cekungan Bengkulu adalah bahwa sebelum Misoen Tengah berarti tidakada
forearc basin Bengkulu sebab pada saat itu arc -nya sendiri tidak ada.Sebelum
Miosen Tengah, atau Paleogen, Cekungan Bengkulu masih merupakan bagian paling
barat Cekungan Sumatera Selatan. Lalu pada periode setelah Miosen Tengah atau
Neogen, setelah Pegunungan Barisan naik, Cekungan Bengkulu dipisahkan dari
Cekungan Sumatera Selatan. Mulai saat itulah,Cekungan Bengkulu menjadi cekungan
forearc dan CekunganSumatera Selatan menjadi cekungan backarc (belakang busur).
Sejarah penyatuan dan pemisahan
Cekungan Bengkulu dari Cekungan Sumatera Selatan dapat dipelajari dari
stratigrafi Paleogen dan Neogen kedua cekungan itu. Dapat diamati bahwa pada
Paleogen, stratigrafi kedua cekungan hampir sama. Keduanya mengembangkan sistem
graben di beberapa tempat. Di Cekungan Bengkulu ada Graben Pagarjati, Graben
Kedurang-Manna, Graben Ipuh (pada saat yang sama di Cekungan SumateraSelatan
saat itu ada graben-graben Jambi, Palembang, Lematang,dan Kepahiang). Tetapi
setelah Neogen, Cekungan Bengkulu masuk kepada cekungan yang lebih dalam
daripada Cekungan Sumatera Selatan, dibuktikan oleh berkembangnya terumbu
–terumbu karbonat yang masif pada Miosen Atas yang hampir ekivalen secara umur
dengan karbonat Parigi di Jawa Barat (paraoperator yang pernah bekerja di
Bengkulu menyebutnya sebagai karbonat Parigi juga). Pada saat yang sama, di
Cekungan Sumatera Selatan lebih banyak sedimen-sedimen regresif (Formasi Air
Benakat/Lower Palembang dan Muara Enim/Middle Palembang) karena cekungan sedang
mengalami pengangkatan dan inversi.Secara tektonik, mengapa terjadi perbedaan
stratigrafi pada Neogen di Cekungan Bengkulu yaitu disebabkan Cekungan Bengkulu
dalam fase penenggelaman sementara Cekungan Sumatera Selatan sedang terangkat.
b.
Cekungan Sumatera Tengah (central basin)
Pola struktur yang ada saat ini di Cekungan Sumatra
Tengah merupakan hasil sekurang-kurangnya 3 (tiga) fase tektonikutama yang
terpisah, yaitu Orogenesa Mesozoikum Tengah,Tektonik Kapur Akhir-Tersier Awal,
dan Orogenesa Plio-Plistosen(De Coster, 1974).Heidrick dan Aulia (1993),
membahas secara terperinci tentang perkembangan tektonik di Cekungan Sumatra
Tengah dengan membaginya menjadi 3 (tiga) episode tektonik, F1 (fase
1)berlangsung pada Eosen-Oligosen, F2 (fase 2) berlangsung padaMiosen
Awal-Miosen Tengah, dan F3 (fase 3) berlangsung pada Miosen Tengah-Resen. Fase
sebelum F1 disebut sebagai fase 0 (F0) yang berlangsung pada Pra Tersier.1. Episode
F0 (Pre-Tertiary)Batuan dasar Pra Tersier di Cekungan Sumatra Tengah terdiri
dari lempeng-lempeng benua dan samudera yang berbentuk mozaik. Orientasi
struktur pada batuan dasar memberikan efek pada lapisan sedimen Tersier yang
menumpang di atasnya dan kemudian mengontrol arah tarikan dan pengaktifan ulang
yang terjadi kemudian. Pola struktur tersebut disebut sebagai elemen struktur
F0.
Ada 2 (dua) struktur utama pada batuan dasar. Pertama
kelurusan utara -selatan yang merupakan sesar geser (Transform/WrenchTectonic)
berumur Karbon dan mengalami reaktifisasi selama Permo-Trias, Jura, Kapur dan
Tersier. Tinggian-tinggian yang terbentuk pada fase ini adalah Tinggian
Mutiara, Kampar, Napuh, Kubu, Pinang dan Ujung Pandang. Tinggian –tinggian
tersebut menjadi batas yang penting pada pengendapan sedimen selanjutnya.2.
Episode F1 (26 – 50 Ma)
Episode F1 berlangsung pada kala Eosen-Oligosendisebut
juga Rift Phase. Pada F1 terjadi deformasi akibat Rifting dengan arah Strike
timur laut, diikuti oleh reaktifisasi struktur-struktur tua. Akibat tumbukan
Lempeng Samudera Hindia terhadap Lempeng Benua Asia pada 45 Ma terbentuklah
suatu sistem rekahan Transtensional yang memanjang ke arah selatan dari Cina
bagian selatan ke Thailand dan ke Malaysia hingga Sumatra dan Kalimantan
Selatan (Heidrick & Aulia,1993). Perekahan ini membentuk serangkaian Horst
dan Graben di Cekungan Sumatra Tengah. Horst-Graben ini kemudian menjadi danau
tempat diendapkannya sedimen-sedimen Kelompok Pematang.
Pada akhir F1 terjadi peralihan dari perekahan menjadi
penurunan cekungan ditandai oleh pembalikan struktur yang lemah, denudasi dan
pembentukan daratan Peneplain. Hasil dari erosi tersebut berupa paleosol yang
diendapkan di atas Formasi Upper Red Bed.3. Episode F2 (13 – 26 Ma) Episode F2
berlangsung pada kala Miosen Awal-Miosen Tengah. Pada kala Miosen Awal terjadi
fase amblesan (sagphase), diikuti oleh pembentukan Dextral Wrench Fault
secararegional dan pembentukan Transtensional Fracture Zone. Pada struktur tua
yang berarah utara-selatan terjadi Release,sehingga terbentuk Listric Fault,
Normal Fault, Graben, dan Half Graben. Struktur yang terbentuk berarah relatif
barat laut-tenggara. Pada episode F2, Cekungan Sumatra Tengah mengalami
transgresi dan sedimen-sedimen dari Kelompok Sihapas diendapkan.4.
Episode F3 (13-Recent) Episode F3
berlangsung pada kala Miosen Tengah-Resendisebut juga Barisan Compressional
Phase. Pada episode F3 terjadi pembalikan struktur akibat gaya kompresi
menghasilkan reverse dan Thrust Fault di sepanjang jalur Wrench Fault yang
terbentuk sebelumnya. Proses kompresi ini terjadi bersamaan dengan pembentukan
Dextral Wrench Fault di sepanjang Bukit Barisan. Struktur yang terbentuk
umumnya berarah barat laut-tenggara. Pada episode F3 Cekungan Sumatra Tengah
mengalami regresi dan sedimen-sedimen Formasi Petani diendapkan, diikuti
pengendapan sedimen-sedimen Formasi Minas secara tidak selaras.
c.
Cekungan Sumatera Selatan ( backarc basin)
Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan
Sumatera Selatan merupakan cekungan busur belakang berumur Tersier yang
terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian
dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini
meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah barat daya dibatasi
olehsingkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh PaparanSunda
(Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tiga puluh dan ke arah
tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung.Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim,
1995), diperkirakantelah terjadi 3 episode orogenesa yang membentuk kerangka
struktur daerah Cekungan Sumatera Selatan yaitu orogenesa Mesozoik Tengah,
tektonik Kapur Akhir – Tersier Awal dan Orogenesa Plio – Plistosen. Episode
pertama, endapan – endapan Paleozoik danMesozoik termetamorfosa, terlipat dan
terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh batolit granit serta
telah membentuk pola dasar struktur cekungan.
Menurut Pulunggono,1992 (dalam Wisnu
dan Nazirman ,1997), fase ini membentuk sesar berarah barat laut-tenggara yang
berupa sesar – sesar geser.Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi
menghasilkan gerak – gerak tensional yang membentuk grabendan horst dengan arah
umum utara – selatan. Dikombinasikan dengan hasil orogenesa Mesozoik dan hasil
pelapukan batuan -batuan Pra – Tersier, gerak gerak tensional ini membentuk
struktur tua yang mengontrol pembentukan Formasi Pra – Talang Akar. Episode
ketiga berupa fase kompresi pada Plio –Plistosen yang menyebabkan pola
pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur
perlipatan dan sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi sekarang. Pada
periode tektonik ini juga terjadi pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang
menghasilkan sesar mendatar Semangko yang berkembang sepanjang Pegunungan Bukit
Barisan. Pergerakan horisontal yang terjadi mulai Plistosen Awal sampai
sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan Sumatera Selatan dan Tengah sehingga
sesar -sesar yang baru terbentuk di daerah ini mempunyai perkembangan hampir
sejajar dengan sesar Semangko. Akibat pergerakan horisontal ini, orogenesa yang
terjadi pada Plio-Plistosen menghasilkan lipatan yang berarah barat
laut-tenggara tetapi sesar yang terbentuk berarah timur laut-barat daya dan
barat laut- tenggara. Jenis sesar yang terdapat pada cekungan ini adalah sesar
naik, sesar mendatar dan sesar normal. Kenampakan struktur yang dominan adalah
struktur yang berarah barat laut-tenggara sebagai hasil orogenesa
Plio-Plistosen. Dengan demikian pola struktur yang terjadi dapat dibedakan atas
pola tua yang berarah utara-selatan dan barat laut-tenggara serta pola muda
yang berarah barat laut-tenggara yang sejajar dengan Pulau Sumatera.